A. Orientasi
Kesehatan Mental
Kesehatan mental, berasal dari dua kata, yakni
“kesehatan” dan “mental”. Kesehatan berasal dari kata “sehat”, yang merujuk
pada kondisi fisik. Individu yang sehat adalah individu yang berada dalam
kondisi fisik yang baik, dan bebas dari penyakit. Sedangkan “mental” adalah
kepribadian yang merupakan kebulatan dinamik yang tercermin dalam cita-cita,
sikap, dan perbuatan. Mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran,
emosi, sikap, dan perasaan yang dalam keseluruhan atau kebulatannya akan
menentukan tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan,
mengecewakan, atau yang menggembirakan dan menyenangkan.
Kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana
seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki
estimasi yang realistis terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan
atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya,
memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam
hidupnya.
B. Konsep
Sehat
Konsep
sehat dan kesehatan merupakan dua hal yang hampir sama tapi berbeda. Konsep
sehat menurut Parkins (1938) adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara
bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya.
Sementara menurut White (1977), sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang
pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda
suatu penyakit dan kelainan.
1. Dimensi
Emosi
Dimensi
Emosi, yaitu dimensi yang melihat dari bagaimana reaksi emosinya seperti
menangis, sedih, bahagia, depresi, optimis. Kesehatan Emosional/Afektif dilihat
dari kemampuan mengenal emosi dan mengekspresikan emosi tersebut secara tepat.
2. Dimensi
Intelektual
Memecahkan
masalah dengan pikiran yang tenang, yang dapat memecahkan masalah tersebut.
Misalnya : berhenti sejenak dan memijit pada bagian kaki yang keseleo saat
bermain futsal.
3. Dimensi
Fisik
Dimensi
yang dapat ditelaah secara langsung atau memiliki dimensi yang paling nyata.
Kesehatan fisik dapat dilihat dari kemampuan mekanistik dari tubuh. Kesehatan
fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak
adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh
berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan
4. Dimensi
Sosial
Dimensi
yang melihat dari tingkah laku manusia dalam kelompok sosial, keluarga dan
sesama lainnya serta penerimaan norma sosial dan pengendalian tingkah laku.
Kesehatan Sosial dapat dilihat dari kemampuan untuk membuat dan mempertahankan
hubungan dengan orang lain dan perilaku kehidupan dalam masyarakat.
5. Dimensi
Spiritual
Spiritual
merupakan kehidupan kerohanian. Dengan menyerahkan diri dengan bersujud dengan
kepercayaan agama masing - masing. Misalnya : ketika di diagnosa menderita
penyakit kronis , adakalanya selalu memohon dan meminta kesembuhan kepada Allah
swt.
C. Sejarah
Perkembangan Kesehatan Mental
Sejarah kesehatan mental tidaklah sejelas sejarah
ilmu kedokteran. Ini terutama karena masalah mental bukan merupakan masalah
fisik yang dengan mudah dapat diamati dan terlihat. Hal ini karena mereka
sehari-hari hidup bersama sehingga tingkah laku yang mengindikasikan gangguan
mental dianggap hal yang biasa bukan lagi sebagai gangguan.
Gangguan mental Tidak Dianggap Sebagai Sakit
Pada tahun 1600 dan sebelumnya, orang
yang mengalami gangguan mental dengan cara memanggil kekuatan supranatural dan
menjalani ritual penebusan dan penyucian. Pandangan terhadap masyarakat ini
menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan mental adalah karna mereka
dimasuki oleh roh-roh yang ada disekitarnya.
Sejarah kesehatan mental merupakan cerminan dimana
pandangan masyarakat terhadap gangguan mental dan perlakuan yang diberikan. Ada
beberapa pandangan masyarakat terhadap gangguan mental di dunia Barat antara
lain :
-
Akibat kekuatan supranatural
-
Dirasuk oleh roh atau setan
-
Dianggap kriminal karna memiliki derajad kebinatangan yang lebih besar
-
Dianggap sakit
Tahun 1692 mendapatkan suatu
pengaruh para imigran dari Eropa yang beragama Nasrani, di Amerika orang yang
bergangguan mental saat itu sering dianggap terkena shir atau guna-guna. Ini
merupakan penjelasan yang diterima secara umum sehingga masyarakat takut dan
membenci mereka yang dianggap memiliki kekuatan sihir.
Gangguan
Mental Dianggap Sebagai Sakit
Tahun 1724, pendeta Cotton Mather (1663-1728)
mematahkan takhayul yang hidup di masyarakat berkaitan dengan sakit jiwa dengan
memajukan penjelasan secara fisik mengenai sakit jiwa itu sendiri.
Tahun 1812, Benjamin Rush (1745-1813) menjadi salah
satu yang menangani masalah penanganan secara mental. Antara tahun 1830-1860 di
Inggris timbul menangani pasien sakit jiwa. Pada masa ini tumbuh penanganan
dirumah sakit jiwa merupakan hal ilmiah untuk menyembuhkan kegilaan.
Melawan
Diskriminasi Terhadap Gangguan Mental
Dunia
medis memberikan pandangan tersendiri terhadap pemahaman mengenai gangguan
mental. Dunia medis memandang penderita gangguan mental sebagai betul mengalami
sakit. Dunia medis melihat sakit mental sebagai berakar dari sakit ketubuhan
terutama otak.
Ilmu perilaku yang semakin berkembang juga
memberikan pemahaman tersendiri mengenai gangguan mental. Berdasarkan pandangan
ini penderita gangguan mental dimaknai sebagai ketidakmampuan mereka untuk
melakukan penyesuaian diri yang sesuai dengan realitanya.
D. Pendekatan
Kesehatan Mental
1. Pendekatan
Orientasi Klasik
Pada
umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai
kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang
yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik
artinya tidak ada keluhan fisik. Sedangkan sehat mental artinya tidak ada
keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak
menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa yang gejalanya aalah kehilangan kontak dengan realitas.
Orang-orang seperti itu tidak ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran
dan tak mampu emngurus dirinya sendiri secara layak. Pengertian sehat mental
dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi.
Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata
"sehat". Sehat atau tidak adanya seseorang secara mental, belakangan
ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang
yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat digolongkan
sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan
sebagai tidak sehat mental.
2. Pendekatan
Orientasi Penyesuaian Diri
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri,
pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat
individu hidup. Oleh karena itu kaitannya dengan standar norma lingkungan
terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukkan sehat atau
tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental
didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang
yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa
jadi dianggap senagat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat
atau sehat mental bukan sesuatu yang absolut.
3. Orientasi
Pengembangan Diri
Seseorang
dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk
mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang
lain dan sirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang
menjadi pengendalian utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang
bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan
kadang-kadang sangat menentukkan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak
selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya,
pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara
pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan
wajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa
tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan
mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta
memajukkan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada
tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus
Sumber :
Siswanto. S. Psi. Msi.
2007. Kesehatan Mental, Konsep, Cakupan
dan Perkembangan. Yogyakarta :
Andi.
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali
Pers