Senin, 25 April 2016

PANDANGAN HUMANISTIK (Gordon Willard Allport & Carl Rogers)





Nama Anggota:

    


1.      Brenda Amelia Panggabean
2.      Deanysa Buggy Asih
3.      Diah Ayu Romadhoni
4.      Diena Islamiati Hanifah
5.      Elfa Inkabaturia Ciptanti
6.      Eva Rosalina Christy
7.      Farah Fuzyah Putri
8.      Juliana Agnes
9.      Karlina Septiyani
10.  Khansa Larissa Desideria
11.  Melysa





Kelas: 2PA18




 
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA



ALLPORT
Kepribadian menurut Allport adalah pengorganisasian dinamis dalam diri individu dimana sistem psikofisiknya menentukan perilaku dan pikirannya.
Ciri pribadi yang sehat menurut Alport :
     Pertama, pribadi yang sehat secara psikologis dicirikan oleh sikap proaktif, yaitu tidak hanya bereaksi seacara eksternal, tetapi juga sanggup bertindak dengan sadar terhadap lingkungannya dengan cara-cara baru dan inovatif, sehingga lingkungan pun bereaksi kepada mereka juga.
     Kedua, kepribadian yang sehat lebih termotivasikan oleh proses-proses sadar ketimbang pribadi yang terdistorsi, menjadikan mereka lebih fleksibel dan mandiri ketimbang pribadi sehat yang masih terus didominasi oleh motif-motif bawah sadar yang muncul dari pengalaman masa kanak-kanak.
Allport mengidentifikasikan enam kriteria bagi kepribadian yang sehat:
     Pertama, adalah perluasan konsep diri. Pribadi yang sehat terus berusaha mengidentifikasikan dan berparisipasi dalam peristiwa-peristiwa di luar diri mereka. Mereka tidak berpusat pada diri mereka sendiri, melainkan sanggup menyelami masalah dan aktivitas-aktivitas di luar dirinya.
     Kedua, pribadi yang sehat dicirikan oleh “hubungan hangat dirinya dengan orang lain”. Mereka memiliki kemampuan untuk mencintai orang lain dengan cara yang intim dan penuh kasih. Individu yang sehat secara psikologis memperlakukan orang lain dengan penuh penghargaan dan mereka menyadari bahwa kebutuhan, hasrat, dan harapan orang lain tidaklah berbeda dari yang mereka miliki.
     Ketiga, adalah rasa aman emosional dan penerimaan diri. Individu yang sehat menerima diri apa adanya dan memiliki apa yang disebut Allport muatan emotif. Pribadi yang sehat psikologisnya tidak begitu jengkel jika terdapat hal-hal yang tidak berjalan seperti yang direncanakan atau ketika mereka mengalami hal buruk. Demikian juga mereka senantiasa tidak merasa terluka karena sadar bahwa rasa frustasi dan tidak nyaman adalah bagian dari hidup itu sendiri.
     Keempat, pribadi yang sehat secara psikologis memiliki persepsi yang realistis tentang lingkungan sekitarnya. Mereka tidak hidup di dunia fantasia tau memaksakan realitas agar cocok dengan keinginannya. Mereka lebih berorientasi pada masalah daripada rasa egoismenya.
     Kelima, adalah insight (kedalaman wawasan) dan humor. Pribadi sehat mengenal dirinya sehingga tidak perlu melimpahkan kesalahan dan kelemahan mereka kepada orang lain. Mereka juga memiliki rasa humor yang tidak sinis, yang memberikan kemampuan untuk menertawakan diri sendiri daripada hanya mengandalkan tema-tema seksual atau agresivitas untuk memunculkan tawa dari orang lain.
     Keenam, adalah memiliki filsafat hidup yang menyatukan. Pribadi yang sehat memiliki konsep yang jelas tentang tujuan hidup. Tanpa ini, wawasan mereka akan terasa seperti kosong dan tandus, dan humor mereka akan merosot menajdi sinis dan picisan. Filsafat hidup yang menyatukan bisa berupa konsep agama. Pribadi dengan sikap religious yang sehat dan filsafah hidup yang menyatukan memiliki suara hati yang berkembang dengan baik dan memiliki hasrat kuat untuk melayani orang lain.
TAYANGAN TENTANG PANDANGAN HUMANISTIK (ALLPORT)
Link: https://youtu.be/TerbKlq98aQ



ROGERS
Teori Person-Centered
Meskipun konsep kemanusian Rogers pada dasarnya tidak berubah sejak awal 1940-an sampai meninggal pada 1987,Tetapi teorinya sudah mengalami beberapa prubahan nama. Selama tahun awal pendekatanya disebut “non-direktif” istilah yang tidak begitu keren yang terus di asosiasikan dengan namanya untuk waktu yang cukup lama. Kemudian nama mulai di ganti menjadi “clicnt-centered”,”person-centered”,dan “ person to person”. Dari semua teori ,teori person-centered Rogers yang paling mendekati standar ini. Salah satu contoh konstruksi jika-maka adalah Jika kondisi tertentu hadir , maka suatu proses meski akan terjadi ; jika proses semamca ini muncul,maka hasil-hasil tertentu bisa kita prediksi .Contoh yang lebih spesifik dapat ditemkan dalam terapi : Jika terapis kongruen dan mampu mengomunikasikan anggapan positif tanpa syarat dan empati yag akurat kepada klien,maka perubahan dalam terapi akan terjadi,jika prubahan dalam terapi terjadi,maka klien akan mengalami penerimaan dari lebih besarmpercaya diri lebih besar dan seterusnya. ( Kita akan mendiskusikan kongruensi anggapan positif tanpa-syarat,dan empati akurat lebih lengakap di bagian Psikoterapi ) .
Asumsi-Asumsi Dasar
Asumsi dasar teori Person-centered Rogers merumuskan dua Asumsi besar kecenderungan formatif dan kecenderungan mengaktualisasi .
Kecenderungan Formatif
Rogers menyebut proses ini kecenderungan formatif (formatif tendency) dan mengambil banyak contoh dari alam .Contohnya galaksi bintang-bintang yang kompleks terbentuk dari massa yang awalnya kurang begitu terorganisasikan ;kristal-kristal seperti butiran salju muncul dari uap yang tidak berbentuk ; organisme yang kompleks berkembang dari satu sel tunggal; dan kesadaran manusia berkembang dari awal bawah sadar primitif menjadi alam sadar yang sangat terorganisasikan .
Kecenderungan-Mengaktualisasi
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makanan dan rasa aman,namun kebutuhan itu juga mencakup kecenderungan untuk melawan perubahan. Meskipun manusia memiliki hasrat kuat untuk memelihara status quo namun, mereka bersedia untuk belajar dan berubah. Kebutuhan ini menjadi lebih besar,berkembang dan mencapai pertumbuhan optimal yang disebut Rogers Perkembangan,kebutuhan untuk belajar hal-hal yang tidak segera mendapatkan penghargaan .Kebutuhan perkembangan ini terekspresikan dalam beragam bentuk ,seperti rasa ingin tau,kesukaan bermain eksploras diri persahabatan dan keyakinan bahwa seseorang dapat mencapai pertumbuhan psikologis. Pribadi miliki dalam dirinya daya kreatif untuk memecahkan maslah,mengubah konsep diri mereka,dan menjadi semakin terarah-pada-diri-sendiri ( self-directed). Individu-individu realitas,dan mereka tahu realitas tertentu kebih baik dari realitas lain.
Ketidakkongruenan (incongruency)
Organisme dan diri merupakan dua entitas terpisah yang dapat kongruen satu sama lain atau tidak. Kecenderungan- mengaktualisasi mengacu pada kecenderungan organisme untuk bergerak menuju pemenuhan, sedangkan aktualisasi-diri adalah hasrat untuk mencapai pemenuhan diri yang dipahami. Dua kecenderungan ini terkadang juga bisa bergantian posisi satu sama lai.
Ketidakseimbangan psikologis dimulai saat kita gagal untuk menyadari pengalaman-pengalaman keorganisme-an kita sebagai pengalaman diri : jika kita tidak menyimbolkan secara akurat pengalaman penghayatan organsmik tersebut menjadi kesadaran karena mereka akan tampak tidak konsisten dengan konsep-diri kita. Ketidakkongruenan antara konsep-diri dan penghayatan organismic adalah sumber gangguan psikolgis.
Kerapuhan. Rongers (1959) percaya bahwa manusia menjadi rapuh (vulnerable) saat mereka tidak menyadari cacat antara diri organismic dan pengalaman mereka yang signifikan. Karena kurang menyadari ketidakkongruenan ini, pribadi yang rapuh sering kali bersikap dengan cara-cara yang tidak komprehensif bukan hanya terhadap orang lain tetapi juga terhadap dirinya sendiri.
Kecemasan dan Ancaman. Rongers (1959, hlm, 204) mendefinisikan kecemasan sebagai “kondisi tidak nyaman atau ketegangan yang penyababnya tidak diketahui”. Kecemasan dan ancaman dapat dorong kita melangkah maju menuju kesehatan psikologis karena memberi sinyal pada kita bahwa penghayatan organismic sudah tidak lagi konsisten dengan konsep-diri kita. Namun begitu, keduanya bukan perasaan yang menyenangkan atau nyaman.
Pertahanan Diri
Kita memahami pengalaman dalam kesadaran namun gagal memahami makna yang sesungguhnya.Sementara penyangkalan (denial)  adalah penolakan untuk memahami pengalaman dalam kesadaran kita, atau minimal menjauhkan beberapa aspeknya mencapai simbiolis. Menurut Rogers (1959) baik distorsi maupun penyangkalan melayani tujuan yang sama- mereka mempertahankan presepsi kita tentang penghayatan organismik yang konsisten dengan konsep diri, mengizinkan kita mengabaikan atau menghalangi pengalaman yang dapat menyebabkan rasa cemas atau ancaman yang tidak menyenangkan.
Disorganisasi (Disorganization)
Kebanyakn orang terlibat dalam prilaku defensif namun kadang-kadang pertahanan diri ini gagal dan perilaku pun menjadi tidak lagi terorganisasikan, atau psikotik. Tetapi kenapa pertahanan diri bisa gagal?
Untuk menjawabnya,kita harus melacaknya dari prilaku tidak terorganisasikan yang memiliki asal usul sama dengan prilaku defensif normal, yaitu ketidakkongruenan penghayatan organismik dan konsep diri. Disorganisasi dapat muncul tiba-tiba, atau ber-lama. Ironisnya banyak priubadi rapuh terhadap disorganisasi prilaku ini selama terapi.Dalam kondisi disorganisasi ini, orang kadang bersikap konsisten dengan penghayatan organismik mereka dan kadang bersesuaian dengan konsep diri yang mereka lindungi.Contoh kasus adalah seorang perempuan yang awalnya sopan dan dapat mengendalikan diri dengan tepat,tiba-tiba mulai menggunakan kosakata yang jelas-jelas bernada seks dan kasar.
 Psikoterapi
Terapi client – centered mudah di ucapkan namun sulit di praktikkan.Singkatnya, pendekatan client-centered ingin agar pribadi yang rapuh atau cemas dapat tumbuh sehat secara psikologis, tetapi mereka harus menjalin kontak dengan terapis yang kongruen dan yang memahami terapis sebagai penyedia atmosfer penerimaan tanpa syarat dan empati akurat.
Proses Tahap – Tahap Perubahan Terapi
Jika kondisi kongruensi terapis, anggapan positif tanpa syarat dan mendengarkan secara empatik sudah muncul, maka proses perubahan terapis siap dilakukan.
Proses perubahan kepribadian yang konstruktif dapat diletakkan dalam sebuah kontinum dari sikap yang paling defensif sampai yang paling terintegrasi. Rogers (1961) membagi kontinum ini menjadi tujuh tahap :




  1. Tahap 1, Dicirikan oleh ketidakrelaan klien untuk mengomunikasikan apapun tentang dirinya. Pribadi di tahapan ini biasanya tidak mencari bantuan namun, jika untuk beberapa alas an mereka datang ke terapi, biasanya mereka sangat rigid dan resisten terhadap perubahan. Mereka tidak mengakui adanya masalah yang menimpanya dan menolak untuk mengungkapkan perasaan atau emosinya.
  2. Tahap 2, Klien menjadi agak kurang ketat. Mereka mulai membahas peristiwa – peristiwa eksternal dan orang lain, tetapi masih tidak mengakui atau gagal memahami perasaan – perasaan mereka sendiri. Namun mereka sudah mulai dapat membahas tentang perasaan – perasaan pribadi seolah-olah perasaan itu fenomena objektif.
  3. Tahap 3, Klien menjadi lebih bebas untuk membicarakan diri mereka, meskipun masih sebagai objek. Klien membicarakan perasaan dan emosinya dengan menggunakan model kalimat past tense atau future tense, menghindari pembicaraan perasaan dan emosinya saat ini.
  4. Tahap 4, Klien mulai membicarakan perasaan lebih dalam namun tidak satupun mengenai yang dirasakan sekarang. Saat klien mengekspresikan perasaan – perasaan saat ini, mereka biasanya terkejut dengan ungkapan ini. Mereka mungkin menyangkal atau mendistorsi pengalaman – pengalaman, meskipun memiliki juga beberapa kesadaran samar – samar bahwa mereka sanggup merasakan emosi di masa kini. Mereka menerima lebih banyak kebebasan dan tanggung jawab dari yang sudah mereka lakukan di tahap 3 dan mulai mengizinkan secara tentatif untuk terlibat dalam hubungan dengan terapis.
  5. Tahap 5 Klien sudah mulai menjalani perubahan dan pertumbuhan yang signifikan. Mereka dapat mengekspresikan perasaan – perasaan saat ini. Mereka mulai mengandalkan lokus internal evaluasi bagi perasaan mereka dan melakukan penemuan yang segar dan baru tentang diri mereka sendiri. Mereka juga mengalami pembedaan lebih besar perasaan – peraan dan mengembangkan apresiasi yang lebih besar bagi nuansa – nuansa diantara mereka. Selain itu, mereka mulai membuat keputusan – keputusan mereka sendiri dan menerima tanggung jawab bagi pilihan – pilihan mereka.
  6. Tahap 6, Klien mengalami pertumbuhan dramatis dan pergerakan yang tidak dapat dibalikkan lagi, menjadi berfungsi atau mengaktualisasikan diri sepenuhnya. Mereka mengizinkan pengalaman – pengalaman yang sebelumnya disangkal atau didistorsi masuk ke dalam kesadaran yang bebas. Mereka mulai memiliki rasa perhatian dan sayang yang sejati bagi diri baru yang sudah terbentuk saat ini. Klien dapat mengalami seluruh diri-organismik mereka, seperti mengendurnya urat saraf, mengalirnya air mata, perbaikan sirkulasi darah, dan kehilangan simtim – simtom fisik. 
  7. Tahap 7, Dapat terjadi diluar pertemuan terapi kerena pertumbuhan di tahap 6 sudah tidak bisa dibalikkan lagi. Mereka sanggup menggeneralisasikan pengalaman – pengalaman terapi ke dunia luar terapi. Mereka mengalami keyakinan untuk menjadi diri sendiri di semua waktu, untuk memiliki, dan merasakan secara mendalam totalitas penglaman mereka, dan untuk menghidupkan pengalaman – pengalaman termasuk di masa kini. 



Kondisi kondisi
Rogers (1959) merumuskan bahwa agar pertumbuhan terapi bisa terjadi, kondisi kondisi tersebut harus cukup.
Pertama, seorang klien yang cemas atau rapuh harus menjalanin kontak terapi pada yang memiliki empati dan tanggapan yang positif
Kedua, klien harus mengetahui bahwa ciri ini dimiliki oleh calon terapi
Ketiga, kontak antara terapi dan klien harus terjadi berdurasi
Signitifikasi hipotesis rogers ini sangat revolusionar. Dihampir setiap terapi dari yang pertama sampai yang ketiga klien dan pasien termotivasi oleh sejumlah tegangan saat mencari pertolongan dan hubungan antara klien dan terapi berlangsung dalam periode tertentu.
Meskipun ketiga kondisi ini dibutuhkan secara psikologis Rogers yakin bahwa kongruensi lebih mendasar ketimbangan anggapan positif tanpa syarat atau mendengarkan secara empatik.
Kongruensi adalah kualitas kualitas umum yang harus dimiliki oleh sang terapis.

Kongruensi konselor
Kondisi pertama yang dibutuhkan dan cukup bagi sang terapis adalah seorang terapis yang kongruensi. Kongruensi muncul ketika penghayatan organismik seseorang cocok dengan sesadaran akan pengalaman pengalaman tersebut, dan juga cocok untuk kemampuan dan kesediaan untuk mengekspresikan secara terbuka perasaan perasaa tersebut.
Terapis yang kongruensi juga tidak stasis. Seperti anyak orang pada umumnya. Mereka secara konstan terbuka kepada pengalaman.
Didalam kongruensi juga melibatkan 3 faktor yaitu :
  1. Perasaaan
  2. Kesadaran
  3. Ekspresi
Maka ketidak konguruensi dapat muncul dari ketiga titik yang membedakan :
Pertama, dia dapat muncul karena terputus hubungan antara perasaan dan kesadaran
Kedua, ketidak kongruensi adalah pertentangan antara kesadaran terhadapan pengalaman dan kemampuan.

Angagapan positif tanpa syarat
Anggapan positif adalah kebutuhan untuk menjadi disukai diterima, dan dihargai oleh orang lain. Jika kebutuhan ini dipenuhi tanpa persyaratan atau kualifikasi apapun maka anggapan positif tanpa syarat akan muncul.
Terapis memiliki anggapan positif tanpa syarat apabila mereka mengelami sikap positif, hangat, merasa dihargai dan  penerimaan.
Seorang terapis dengan anggapan tanpa syarat terhadap klien akan menunjukkan kehangatan yang tidak posesif dan penerimaan terhadap pribadi klien yang apa adanya, sebuah sikap yang boleh dibuat buat.
Anggapan positif tanpa syarat berarti trapis menerima dan menghargai klien tanpa ketentuan atau persyaratan apa pun, bahkan tidak mengindahkan perilaku pasien yang ekstrem selama sesi terapi berlangsung.
Meskipun anggapan postif tanpa syarat merupakan istilah yang agak menajubkan namun masing masing dari ketiga kata ini memiliki proporsi yang penting. “anggapan” beraarti memiliki hubungan yang dekat “positif” berarti perasaan hangat dan menerim apa adanya dan “syarat” anggapanpositif ini tidak lagi bergantung pada tindakan tertentu klien yang bergantung pada tindakan klien yang harus terus menerus diupayakannya.
Mendengarkan secara empati ..
isi ketiga yang di butuhkan dan cukup bagi pertumbuhan psikologis adalah mendengarkan secara empatik (empathic listening). Empati muncul saat terapis secara akurat merasakan perasaan perasaan klien dan sanggup mengkomunikasikan presepsi presepsi ini sehingga klien tahu bahwa orang lain sudah memasuki dunia perasaan mereka tanpa prasangka, proyeksi ataupun penghakiman. Bagi Rogers (1980, helm 142) empati berarti tinggal sementara waktu dalam kehidupan orang lain, menggerakkannya secara halus tanpa harus melakukan penghakiman.  Empati bukanlah interpretasi terhadap pengertian yang dimaknai pasien atau menyingkapkan perasaan perasan tak sadar mereka, karena prosedur prosedur ini mengandung kerangka acuan eksternal dan akan di rasakan sebagai sebuah ancaman oleh klien.


TAYANGAN TENTANG PANDANGAN HUMANISTIK (ROGERS)

SUMBER: Diringkas dari buku Theories Of Personality (Jess Feist & Gregory J. Feist) Edisi Keenam.