I.
Psikoterapi
a. Pengertian
Psikoterapi
Dilihat
secara etimologis psikoterapi mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang artinya jelas yaitu “mind” atau sederhananya: jiwa dan “therapy” dari bahasa yunani yang
berarti “merawat” atau “mengasuh”, sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya
adalah “perawatan terhadap aspek kejiwaan” seseorang.
Dalam
Oxford English Dictionary perkataan “psychotherapeutic” yang diartikan sebagai
perawatan terhadap sesuatu penyakit dengan mempergunakan teknik psikologis
untuk melakukan intervensi psikis. Dengan demikian yang perawatan melalui
psikoterapi adalah perawatan yang secara umum mempergunakan intervensi psikis
dengan pendekatan psikologiterhadap pasien yang mengalami gangguan psikis atau
hambatan kepribadian.
b. Tujuan
Psikoterapi
Psikoterapi
didasarkan pada fakta bahwa aspek-aspek mental manusia seperti cara berpikir,
proses emosi, persepsi, believe system, kebiasaan dan pola perilaku bisa diubah
dengan pendekatan psikologis. Tujuan psikoterapi antara lain:
1) Menghapus,
mengubah atau mengurangi gejala gangguan psikologis.
2) Mengatasi
pola perilaku yang terganggu.
3) Meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang positif.
4) Memperkuat
motivasi klien untuk melakukan hal yang benar.
5) Menghilangkan
atau mengurangi tekanan emosional.
6) Mengembangkan
potensi klien.
7) Mengubah
kebiasaan menjadi lebih baik.
8) Memodifikasi
struktur kognisi (pola pikiran).
9) Memperoleh
pengetahuan tentang diri / pemahaman diri.
10) Mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial.
11) Meningkatkan
kemampuan dalam mengambil keputusan.
12) Membantu
penyembuhan penyakit fisik.
13) Meningkatkan
kesadaran diri.
14) Membangun
kemandirian dan ketegaran untuk menghadapi masalah.
15) Penyesuaian
lingkungan sosial demi tercapai perubahan dan masih banyak lagi.
c. Unsur
Psikoterapi
Masserman
(Karasu 1984) telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar yang mencakup
unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini termasuk :
1) Peran
sosial (martabat) psikoterapis,
2) Hubungan
(persekutuan terapeutik),
3) Hak,
4) Retrospeksi,
5) Re-edukasi,
6) Rehabilitasi,
7) Resosialisasi
dan rekapitulasi.
Unsur
– unsur psikoterapeutik dapat dipilih untuk masing-masing pasien dan
dimodifikasi dengan berlanjutnya terapi. Ciri - ciri ini dapat diubah dengan
berubahnya tujuan terapeutik, keadaan mental dan kebutuhan pasien. Psikoterapi
ditandai dengan tujuan, lingkungan, format, jadwal waktu, teknik, dan
penggunaan bersamaan modalitas terapeutik lain.
d. Perbedaan
Psikoterapi dan Konseling
1) Psikoterapi
a) Menangani
penyimpangan yang merusak dan baru kemudian menangani usaha pencegahannya
b) Berhubungan
dengan tujuan penyembuhan
c) Berusaha
menyembuhkan klien atau pasien yang menderita neurosis-kecemasan (neurotic anxiety)
d) Berusaha
melakukan perubahan pada struktur dasar perkembangannya
e) Berhubungan
dengan konflik yang ada di dalam diri seseorang
f) Berhubungan
dengan tujuan merekonstruksi kepribadiab seseorang
2) Konseling
a) Membantu
seseorang dalam menghadapi masalah
b) Menitikberatkan
pada upaya pencegahan agar penyimpangan yang merusak dirinya tidak timbul
c) Berhubungan
dengan rencana jangka panjang yang bersangkutan dengan pendidikan dan pekerjaan
atau jabatan seseorang
d) Berhubungan
dengan mengatasi klien yang mengalami gangguan kecemasan biasa
e) Berhubungan
dengan proses bantuan terhadap klien agar menumbuhkan identitas
f) Berhubungan
dengan masalah – masalah perilaku yang timbul
g) Memberikan
support dan mendidik-kembali
e. Pendekatan
terhadap mental illness
Menurut J.P.
Chaplin ada beberapa pendekatan
psikoterapi terhadap mental illness, diantaranya:
a) Biological
Meliputi
keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat.
Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi.
Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena
kurangnya insulin.
b) Psychological
Meliputi
suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel
pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan,
gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu
pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu
berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup
individu.
c) Sosiological
Meliputi
kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan
masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh
proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya
tertentu.
d) Philosophic
Kepercayaan
terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk
menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap
ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada
istilah keharusan atau pemaksaan.
II. Terapi
Psikoanalisis
a. Konsep
dasar teori psikoanalisis tentang kepribadian
1) Struktur
Kepribadian
Menurut pandangan
psikoanalitik, struktur kepribadian dibagi menjadi tiga yaitu:
a) Id
Kepribadian seseorang
hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id kurang terorganisasi, buta,
menuntut, dan mendesak. Id tidak bisa mentoleransi tegangan, dan bekerja untuk
melepaskan tegangan itu sesegera mungkin serta untuk mencapai keadaan
homeostatik. Id diatur oleh asas kesenangan, bersifat tidak logis, amoral, dan
didorong oleh satu kepentingan.
b) Ego
Ego adalah eksekutif
dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Tugas utama Ego
adalah menjadi pengantar naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego
mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Ego berlaku realistis dan
berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan
kebutuhan-kebutuhan.
c) Super
ego
Super ego adalah cabang
moral atau hukum dari kepribadian, kode moral bagi individu yang urusan
utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah.
Superego merepresentasikan hal yang ideal yang real dan mendorong bukan pada
kesenangan tetapi pada kesempurnaan. Superego berfungsi menghambat
impuls-impuls dari Id.
2) Mekanisme
Pertahanan Ego
a. Penyangkalan
Penyangkalan adalah
pertahanan melawan kecemasan dengan menutup mata terhadap keberadaan kenyataan
yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan
kecemasan.
b. Proyeksi
Proyeksi adalah
mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada
orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai
dan ia tiak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri.
c. Fiksasi
Fiksasi adalah menjadi
“terpaku’ pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil
langkah ke tahap selanjutnya bisa menyebabkan kecemasan.
d. Regresi
Regresi adalah
melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutan-tuntutannya
tidak terlalu besar.
e. Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah
menciptakan alasan-alasan yang “baik” untuk menghndari ego dari cedera atau
memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu
menyakitkan.
f. Sublimasi
Sublimasi adalah
menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat
diterima bagi dorongan-dorongannya.
g. Displacement
Displacement adalah
mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang
yang sebenarnya, tidak bisa dijangkau.
h. Represi
Represi adalah
melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan,
mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketidak sadaran, atau
menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan. Represi merupakan salah satu
konsep Freud yang paling penting.
i.
Formasi reaksi
Formasi reaksi adalah
melakukan tindakan yang berlawanan dengan keinginan tak sadar. Jika
perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang
menampilkan tingkah laku yang berlawanan untuk menyangkal perasaan-perasaan
yang bisa menimbulkan ancaman
b. Unsur
– unsur terapi
1) Tujuan
Terapi Psikoanalitik
Membentuk
kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tidak
disadari didalam diri klien. Proses terapi difokuskan pada upaya mengalami
kembali pengalaman-pengalaman masa anak-anak, direkonstruksi, dibahas,
dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian.
2) Fungsi
dan Peran Terapis
Karakteristik
psikoanalisi adalah terapi atau analis membiarkan dirinya anonim sera hanya
berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya
kepada analis. Analis berusaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri,
kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani
kecemasan serta secara realistis. Yang dilakukan klien sebagian besar adalah
berbicara, yang dilakukan oleh analis adalah mendengarkan dan berusaha untuk
mengetahui kapan dia harus membuat penafsiran yang layak untuk mempercepat
proses penyingkapan hal-hal yang tidak disadari.
c. Teknik
– teknik terapi
1) Asosiasi
Bebas
Asosiasi
bebas merupakan teknik utama terapi psikoanalitik. Analis meminta kepada klien
agar membersihkan pikirannya dari peikiran-pemikiran dan renungan sehari-hari
dan sebisa mungkin mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya. Dengan
melaporkannya segera tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama
segala perasaan dan pikirannya. Cara yang khas adalah klien berbaring diatas
balai-balai sementara analisi duduk dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan
perhatian klien pada saat asosiasi nya mengalir bebas.
Asosiasi
bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa
lalu dan melepas emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik
dimasa lampau yang dikenal dengan katarsis.
2) Analisis
Transferensi
Transferensi
merupakan inti dari terapi psikoanalitik. Transferensi dalam proses terapeutik
ketika “urusan yang tidak selesai” dimasa lalu klien dengan orang-orang yang
berpengaruh menyebabkan dia mendistorsi masa sekarang. Analisis trasferensi
adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk
menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Ia memungkinkan klien mampu
memperoleh pemahaman atas sifat dari fiksasi dan deprivasi dan menyajikan
pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang.
Singkatnya, efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak
diinginkan dihambat oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang
terdapat dalam hubungan terapeutik dengan analis.
3) Analisis
Resistensi
Resistensi
adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan
bahan yang tidak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika terhadap
kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan mengingat jika klien menjadi
sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan yang direpresi itu.
Resistensi
bekerja dengan menghambat klien dan analis dalam melaksanakan usaha bersama
untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketidaksadaran klien.
4) Analisis
Mimpi
Analisis
mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tidak disadari
dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak
terselesaikan. Selama tidur, pertahanan melemah dan perasaa yang direpresi
muncul ke permukaan. Freud memandang mimpi sebagai “jalan istimewa menju
ketidaksadaran” karena melalui mimpi hasrat, kebutuhan, dan ketakutan yang
tidak disadari diungkapkan. Mimpi memiliki dua taraf isi yaitu isi laten dan
isi manifes.
III. Terapi
Humanistik Eksistensial
a. Konsep
dasar teori humanistik eksistensial tentang kepribadian
1) Kesadaran
diri
Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri,suatu kesanggupan yang
unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan.
Kesadaran diri membedakan manusia dengan mahluk-mahluk lain. Pada hakikatnya
semakin tinggi kesadaran seseorang, semakin ia hidup sebagai pribadi.
Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk
mengalami hidup secara penuh sebagai manusia.
Peningkatan
kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif,
motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan-tujuan
pribadi, adalah tujuan segenap konseling. Kesadaran diri banyak terdapat pada
akar kesanggupan manusia, maka putusan untuk meningkatkan kesadaran diri adalah
fundamental bagi pertumbuhan manusia.
2) Kebebasan
tanggung jawab, kecemasan
Kesadaran
atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi
atribut dasar bagi manusia. Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia
yang mana merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga
motivasional yang kuat untuk pertumbuhan kepribadian.
3) Penciptaan
makna
Manusia
itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan
menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia pada
dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri. Manusia memiliki
kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna,
sebab manusia adalah mahluk yang rasional
b. Unsur
– unsur terapi
Tujuan terapi humanistik
eksistensial
1) Agar
klien mengalami keberadaanya secara otentik dengan menjadi sadar atas
keberadaan dan potensi-potensi.
2) Meluaskan
kesadaran diri klien dan meningkatkan kesanggupan pilihannya.
3) Membantu
klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri.
c. Teknik
– teknik terapi
Tidak
seperti kebanyakan pendekatan terapi, pendekatan humanistik eksistensial tidak
memiliki teknik – teknik yang ditentukan secara ketat. Metode-metode yang
berasal dari terapi gestalt dan analisis transaksional sering digunakan, dan
sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam
pendekatan eksistensial humanisti
Fungsi dan Peran
Terapis
Menurut
Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama
yang mencakup hal-hal berikut :
1) Mengakui
pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2) Menyadari
peran dari tanggung jawab terapis
3) Mengakui
sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
4) Berorientasi
pada pertumbuhan
5) Menekankan
keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
6) Mengakui
bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
7) Memandang
terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan
humanistiknyatentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi
bagi tindakan kreatif dan positif
8) Mengakui
kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan
tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9) Bekerja
ke arah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
IV. Person
Centered Therapy
a. Konsep
dasar pandangan Rogers tentang kepribadian
Berbagai istilah dan
konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan
perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai
berikut :
1) Pengalaman
Pengalaman
mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait
akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita
seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam
kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran
masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin
terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
2) Realitas
Untuk
tujuan psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi
individu, meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang
memiliki persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang
akan setuju pada kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat
dirinya sebagai seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan
kenyataan orang menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa
politisi menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi
hati dari rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita).
Dalam terapi, di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.
3) Organisme
Bereaksi sebagai Terorganisir yang utuh
Seseorang
mungkin lapar, tetapi karena harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut
akan melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih
jelas tentang apa yang lebih penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku
di arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan. Seorang politisi dapat
memutuskan untuk tidak mrncalonkan diri untuk mendapatkan jabatan karena ia
memutuskan bahwa kehidupan keluarganya lebih penting dari pada mencalonkan diri
sebagai pejabat.
4) Organisme
mengaktualisasi kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency)
Ini
adalah prinsip utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart
Mowrer, Harry Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya
beberapa. Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah
contoh. Ini adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori
kepribadian yang lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan
eksternal. Individu lebih memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi
independen dari pada bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan
optimal dari organisme total.
5) Frame
Internal Referensi
Ini
adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna
yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang
memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana
sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal
ini harus di bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
6) Konsep
Diri
Istilah
– istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari
persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I”
atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai
– nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan
cairan dan proses perubahan.
7) Symbolization
Ini
adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak
simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang –
orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan
berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten
dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan
khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan
sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.
8) Penyesuaian
Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diri
Hal
ini mengacu pada konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman
individu sensorik dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur –
unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman
kegagalan. Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak
ada dan karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.
9) Organismic
Valuing Process
Ini
adalah proses yang berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti
indra mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan
sistem fixed menilai intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan”
dan juga dengan apa yang seharusnya benar / salah. Proses menilai organismic
konsisten dengan hipotesis.
10) The
Fully Functioning Person
Rogers
mendefinisikan mereka yang bergantung pada Organismic valuing process seperti
Fully functioning person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan,
memungkinkan kesadaran bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui
pengalaman mereka.
b. Unsur
– unsur terapi
1) Munculnya
Gangguan
Hambatan
atas pertumbuhan psikologis terjadi saat seseorang mengalami penghargaan
bersyarat, inkongruensi, sikap defensif,
dan disorganisasi.
Penghargaan
bersyarat dapat berakibat pada kerentanan, kecemasan, dan ancaman serta
menghambat manusia dari merasakan penerimaan positif yang tidak bersyarat. Inkongruensi
berkembang saat diri orgasmik dan diri yang dirasakan tidak selaras. Saat diri
organismik dan diri yang dirasakan tidak kongruen, manusia cenedrung menjadi
defensif serta menggunakan distorsi dan penyangkalan sebagai usaha untuk
mengurangi inkongruensi. Manusia yang mengalami disorganisasi saat distorsi dan
penyangkalan tidak cukup untuk menahan inkongruensi. Orang-orang yang cenderung
tidak menyadari inkongruensi mereka, memungkinkan untuk merasa lebih cemas,
terancam, dan defensif.
2) Tujuan
Terapi
Rogers
(1980) memberikan penjelasan sesuai dengan logika bahwa ketika seseorang
merasakan sendiri bahwa mereka dihargai dan diterima tanpa syarat, mereka
menyadari bahwa mungkin untuk pertama kalinya mereka dapat dicintai. Sehingga,
tujuan dari person-centered therapy adalah untuk membuat klien/pribadi
seseorang dapat menghargai dan menerima diri mereka sendiri dan untuk mempunyai
penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap diri mereka.
3) Peran
Terapis
Dalam
pandangan Rogers, konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam
memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan,
perasaan dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan
oleh klien.
Agar
peran ini dapat dipertahankan dan tujuan dapat dicapai, maka konselor perlu
menciptakan iklim atau kondisi yang mampu menumbuhkan hubungan konseling.
c. Teknik
– teknik terapi
1) Empati
adalah kemampuan terapis untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan
pemahaman ini kembali kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama
dan bukan berpikir tentang atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang
ada makin menunjukkan bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor
yang paling berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah satu faktor yang
membawa perubahan dan pembelajaran.
2) Positive
Regard yang di kenal juga sebagai akseptansi adalah geunine caring yang
mendalam untuk klien sebagai pribadi – sangat menghargai klien karena keberadaannya.
3) Congruence
/ Kongruensi adalah kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik dengan tidak
memakai topeng atau pulasan – pulasan.
Sumber :
Gunarsa, Singgih D. (1996).
Konseling dan psikoterapi. Jakarta:Gunung
Mulia.
Dr. Maulany, R. F.
(1994). Buku saku psikiatri. Jakarta:EGC
Chaplin, J.P. (2006). Kamus lengkap psikologi. Jakarta:Raja Grafindo
Persada.
Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi.
Bandung:Refika Aditama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar